Mencegah lebih baik daripada mengobati, setiap permasalahan pasti ada solusi untuk dapat dilakukannya pencegahan, demikian juga dengan kejahatan,
Pencegahan dikenalkan oleh M. Kemal Dermawan (1994:4) (Strategi
Pencegahan Kejahatan) sebagai kegiatan yang meliputi segala tindakan yang
mempunyai tujuan yang spesifik dalam mengurangi luas lingkup suatu
pelanggaran, baik melalui pengurangan kesempatan untuk melakukan
kejahatan
ataupun melalui usaha
pemberian pengaruh kepada
orang yang
potensial dapat menjadi pelanggar serta kepada
masyarakat umum. Selain itu,
dalam buku yang berjudul Evidence-Based Crime Prevention yang disusun oleh
Lawrence W. Sherman (2004), dikemukakan teori
pencegahan kejahatan yang
berasal dari pendapat para ahli, yakni:
Pencegahan
kejahatan merupakan sesuatu hal yang tidak hanya difokuskan pada niat pelaku
namun difokuskan pada akibat dari kejahatan yang terjadi. Akibat yang dimaksud
dapat dimaknai dalam dua bentuk yaitu jumlah tindak pidana yang terjadi dan
jumlah pelaku tindak pidana tersebut (Hirschi, 1986). Beberapa akibat yang
dapat menjadi perhatian juga dapat dilihat dari jumlah akibat buruk yang dapat
dicegah (Reiss dan Roth, 1993:53-61) atau jumlah korban yang diakibatkan oleh
tindak pidana atau korban yang menerima akibat dari tindak pidana itu kembali.
Berdasarkan dua pendapat di atas mengenai
pencegahan kejahatan,
maka dapat disimpulkan dua hal pokok dalam upaya
pencegahan kejahatan.
Pertama, pencegahan kejahatan adalah tindakan yang dilakukan untuk
memperkecil
luas lingkup suatu pelanggaran dengan ditandai oleh penurunan jumlah tindak
pidana yang terjadi serta jumlah korban yang ditimbulkan akibat tindak pidana
tersebut. Kedua, pencegahan kejahatan adalah tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi kesempatan terjadinya suatu pelanggaran dengan mempengaruhi
masyarakat untuk tidak menjadi pelaku maupun menjadi korban atau menjadi korban
kembali.
Berkaitan dengan hal di atas, Dermawan menghubungkan hal tersebut dengan
langkah pencegahan kejahatan melalui 3 pendekatan sebagai berikut :
a.
Pencegahan kejahatan melalui pendekatan sosial
biasa disebut social crime prevention yang mempunyai arti
segala kegiatannya bertujuan untuk
menumpas akar penyebab kejahatan dan kesempatan individu untuk melakukan
pelanggaran.
b.
Pendekatan yang kedua adalah situational crime prevention. Pencegahan
secara situasional berusaha mengurangi kesempatan untuk kategori kejahatan
tertentu dengan meningkatkan resiko (bagi pelaku) yang terkait, meningkatkan
kesulitan, dan mengurangi penghargaan.
c.
Pencegahan kejahatan melalui pendekatan
kemasyarakatan yang sering disebut sebagai community
based prevention yang segala langkahnya ditujukan untuk memperbaiki
kapasitas komunitas untuk mengurangi kejahatan dengan jalan meningkatkan
kapasitas mereka untuk menggunakan kontrol sosial informal. Kontrol sosial
informal, partisipasi, dan kohesi sosial adalah faktor kunci yang menyumbang
pada kapasitas lingkungan ketetanggaan untuk membatasi kejahatan dan perilaku menyimpang di
dalam batas wilayah mereka. (Dermawan,1994:31)
Teori pencegahan kejahatan situasional/situational crime prevention didasarkan kepada pendapat bahwa
kejahatan dapat dicegah atau dikurangi dengan cara mengubah berbagai aspek
terkait dengan tersedianya kesempatan bagi pelaku kejahatan untuk melakukan
aksi kejahatan (Benson dan Madensen dalam Pontel dan Geis, 2007:609). Teori
pencegahan kejahatan situasional berfokus kepada situasi yang menyebabkan
terjadinya kejahatan. Oleh karena itu, teori pencegahan kejahatan situasional
menitikberatkan pembahasan kepada bagaimana kejahatan terjadi dan faktor-faktor
situasional apa saja yang dapat dirubah agar kejahatan tersebut tidak terjadi
kembali di masa yang akan datang (Benson dan Madensen dalam Pontel dan Geis,
2007:609).
Terdapat lima prinsip dalam pencegahan kejahatan
situasional yaitu,
(1) meningkatkan
usaha yang dibutuhkan untuk melakukan kejahatan/increase the degree of effort
necessary to carry out the offense, (2) meningkatkan resiko bagi pelaku untuk tertangkap atau
terdeteksi sebelum, pada saat, dan setelah kejahatan dilakukan/increase the risk of detection prior to,
during, or after the completion of
the criminal act, (3) mengurangi hasil yang dapat diperoleh dari kejahatan/reduce the rewards that can be obtained by engaging in the offense,
(4) mengurangi
kondisi situasional yang dapat memprovokasi kejahatan yang tidak direncanakan/reduce situational conditions that may
provoke an unplanned criminal act,
dan (5) mengurangi kemampuan pelaku kejahatan untuk membuat alasan pembenar atas kejahatan yang dilakukannya
atau mengurangi situasi yang dapat menghilangkan kewajiban pelaku kejahatan untuk
bertanggungjawab atas kejahatan yang dilakukannya/remove the offender‟s ability
to make excuse that justify criminal actions or that absolve the offender from
responsibility (Cornish dan Clarke, 2003, sebagaimana disadur oleh Benson dan Madensen dalam Pontel
dan Geis, 2007:611, diterjemahkan secara bebas oleh penulis).
Tabel 1.1
Dua Puluh Lima Teknik Pencegahan Kejahatan
Situasional
Meningkatkan
|
Meningkatkan
|
Mengurangi
|
Mengurangi
|
Menghilangkan
|
|
usaha
|
resiko
|
hasil kejahatan
|
provokasi
|
alasan
|
|
Meningkatkan
|
Memperluas
|
Menyembunyikan
|
Mengurangi
|
Menyusun
|
|
pengamanan
|
frustasi dan
|
||||
penjagaan
|
target
|
aturan
|
|||
target kejahatan
|
stres
|
||||
|
|
|
|||
Mengendalikan
|
Membantu
|
Menghilangkan
|
Menghilangkan
|
Memberi
|
|
akses menuju
|
pengawasan
|
||||
target
|
perselisihan
|
instruksi
|
|||
fasilitas
|
alamiah
|
||||
|
|
|
|||
Pemeriksaan
|
Mengurangi
|
Mengidentifikasi
|
Mengurangi
|
Memberi
|
|
perilaku
|
|||||
jalur keluar
|
anonimitas
|
barang
|
peringatan
|
||
emosional
|
|||||
|
|
|
|
||
Memisahkan
|
Memanfaatka
|
|
Menetralkan
|
Memfasilitasi
|
|
n pengelola
|
Merusak pasar
|
tekanan orang
|
|||
pelaku
|
perilaku patuh
|
||||
tempat
|
|
sekitar
|
|||
|
|
|
|||
Mengendalikan
|
Memperkuat
|
Mencegah
|
Mencegah
|
Mengendalikan
|
|
asenjata/alat
|
pengawasan
|
narkoba dan
|
|||
keuntungan
|
peniruan
|
||||
kejahatan
|
formal
|
minuman keras
|
|||
|
|
(disadur dari
Cornish dan Clarke, 2003, sebagaimana disadur oleh Benson dan Madensen dalam
Pontel dan Geis, 2007, diterjemahkan secara bebas oleh penulis)