Sabtu, 14 Januari 2017

DNA dalam Pengungkapan Kasus

KINI dengan analisis dan teknologi deoxyribonucleic acid (DNA), kasus-kasus yang sulit terungkap menjadi lebih mudah terungkap dan terpecahkan. Seperti kita ketahui, DNA adalah bahan dasar yang membangun seluruh ciri genetik seseorang. DNA terdapat pada setiap sel manusia, dan seluruh sel memiliki DNA yang sama satu dengan yang lainnya. Misalnya, DNA yang ada pada sel kulit sama dengan DNA yang terdapat pada sel darah maupun DNA pada sel rambut dan lain sebagainya. Selain itu, DNA bersifat unik yakni setiap DNA seseorang berbeda dengan DNA orang yang lain. Karena sifat inilah DNA bisa dipakai sebagai penanda identitas individu, garis keturunan, dan etnis. DNA terdapat pada darah, sel kulit, otot, sel-sel otak, tulang, gigi, rambut, saliva, jantung, mukosa, urine, dan pada seluruh sel manusia.
Analisis DNA manusia bertujuan untuk mengarakterisasi DNA seseorang untuk mengidentifikasi susunan DNA-nya. Barang bukti DNA dapat diambil dari barang bukti biologis, baik dalam keadaan utuh maupun tidak utuh lagi. Hal ini berbeda dengan analisis sidik jari yang mudah rusak atau hilang dan akurasinya sangat bergantung pada keutuhannya. Tes DNA dapat dilakukan hanya dengan barang bukti DNA yang jumlahnya sedikit. Hal ini karena digunakannya teknik yang disebut Polymerase Chain Reaction (PCR) atau reaksi polimerasi berantai.
Teknik ini ditemukan oleh seorang ahli biologi molekuler yang bernama Kary Mullis yang bertujuan untuk menggandakan atau mengamplifikasi DNA, agar memiliki DNA yang cukup jumlahnya untuk dikomparasi atau dibandingkan dalam suatu tes.
Penggunaan DNA dalam memecahkan suatu kasus dilakukan dengan membandingkan DNA tersangka dengan barang bukti DNA yang didapatkan dari tempat kejadian perkara. Hasil perbandingan tersebut dapat membantu menemukan siapa pelaku kejahatan yang sebenarnya, baik pada kasus kejahatan maupun dalam hal menentukan pelaku bom bunuh diri secara akurat.
Kini, terdapat beberapa teknik lainnya dalam tes DNA, di antaranya analisis DNA mitokondria. Teknik ini telah dikembangkan oleh FBI (Federal Bureau of Investigation) Amerika Serikat sejak tahun 2002, setelah penyerangan terhadap menara kembar WTC dan Gedung Pentagon. Database yang mereka kembangkan berupa profil-profil DNA berbagai suku atau etnis di dunia yang terdiri dari data forensik dan data publik.
Keunikan DNA mitokondria manusia adalah setiap anak memiliki DNA mitokondria yang sama dengan DNA mitokondria ibunya. Oleh karena itulah analisis DNA mitokondria umumnya dilakukan untuk mengidentifikasi keturunan dari garis keturunan ibu (maternally linkage), dan sering pula digunakan dalam penelusuran orang hilang.
Sebagai informasi, penulis telah menganalisis DNA mitokondria pada individu-individu manusia populasi Papua dan memasukkannya pada bank data DNA seperti Genbank, EMBL, dan DDBJ.
Hal yang sangat penting dalam pemecahan kasus dengan barang bukti DNA adalah penanganan barang bukti secara tepat dan sesuai dengan prosedur standar. Hal ini penting karena mengidentifikasi, mengoleksi, dan menyimpan agar tidak terkontaminasi sehingga dapat dihindari tercampurnya DNA tersangka/pelaku dengan DNA lain.
Untuk menghindari kontaminasi barang bukti yang mengandung DNA, diperlukan beberapa prinsip kehati-hatian yang harus dilakukan oleh orang yang menanganinya. Di antaranya memakai sarung tangan, memakai peralatan yang berlainan setiap menangani barang bukti berbeda, hindari berbicara, bersin dan batuk di dekat barang bukti, hindari menyentuh wajah, hidung, dan mulut saat mengambil sampel barang bukti, serta jaga barang bukti agar tidak lembap.
Dengan adanya barang bukti berupa DNA, dapat dicapai tujuan dari pemecahan suatu kasus seperti pembuktian tindak kriminal, yaitu membuktikan seorang tersangka atas kejahatan yang telah dilakukannya, membebaskan orang yang tidak bersalah dari tuntutan hukum, membuktikan keabsahan hubungan atau ikatan keluarga dari seseorang, mengidentifikasi orang tak dikenal seperti korban perang, mempelajari populasi manusia, dan mempelajari penyakit keturunan.
Selain data milik FBI seperti yang disebutkan di atas, kini pihak kepolisian di Inggris telah menggunakan database online, yang didalamnya telah terdapat hampir 500.000 profil genetik yang dapat dibandingkan dengan barang bukti yang terdapat di TKP, sehingga memudahkan penyelidikan lebih lanjut.
Profil-profil genetik tersebut memuat DNA secara random dari warga Inggris dan warga migran lainnya, terutama mereka yang pernah menjadi pelaku kriminal dan keluarganya. Barang bukti DNA tidak hanya mengungkap suatu kasus kriminal, tetapi juga dapat membuktikan keabsahan hubungan atau ikatan keluarga.
Dengan kehidupan yang cepat berubah dewasa ini, begitu pula bentuk dan motif kriminalnya yang semakin beragam. Barang bukti berupa DNA dapat menjadi salah satu hal potensial yang digunakan para penegak hukum dalam memecahkan kasus. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris dengan tingkat ancaman kriminalitas yang beragam, termasuk salah satunya adalah ancaman terorisme, berusaha memaksimalkan teknologi DNA untuk memecahkan kasus kriminal, sekaligus melindungi orang yang tidak bersalah terhadap tuduhan pelaku kejahatan.
Negara kita dengan tantangan penegakan hukum yang semakin tinggi, juga menggunakan teknologi DNA untuk mendapatkan suatu kepastian secara akurat, seperti dalam memastikan tersangka pelaku bom bunuh diri di Hotel J.W. Marriott dan The Ritz-Carlton, yakni Dani Dwi Permana dan Nana Ichwan Maulana. Tim Laboratorium Forensik (Labfor) Mabes Polri tetap perlu mengambil sampel darah dari keluarga orang tua pelaku untuk dilakukan pencocokan (homologi) DNA, untuk mendapatkan kepastian secara ilmiah. Ke depan, diperlukan membangun suatu database yang memuat profil-profil DNA manusia Indonesia dari berbagai suku untuk mempermudah pihak kepolisian dalam mengungkap kasus-kasus tindak kejahatan dan pelaku bom bunuh diri.
Penegakan hukum kini dibantu dengan teknologi DNA. Dengan keterkaitan dua hal tersebut, terdapat perubahan definisi mengenai tangggung jawab kriminal dan banyak lagi area hukum yang dipengaruhi oleh hadirnya teknologi ini. Penegakan hukum (law enforcement) dan keadilan yang ditujukan untuk melayani dan melindungi masyarakat kini menjadi area multidisiplin, seperti biologi molekuler, biokimia, kedokteran farmasi, teknologi komputasi, kepolisian, kependudukan, kemiliteran dan lain sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Buku Tamu

Recent posting

Recent comment